Berkawan dengan Hati
Repost from
https://timeline.line.me/post/_dY8vkF_vDXNaadwlyQLRrFwyObU9uM2v0YmQ96Y/1152397167705010499
barangkali
kita sudah paham;
bahwa nilai
ideal bertolak belakang dengan realitas;
bahwa
harapan berbanding terbalik dengan kenyataan;
bahwa yang
terjadi tak seharusnya terjadi;
adalah
masalah, kita paham;
barangkali
kita sudah paham;
bahwa
stimuli tercepat berasal dari hati;
tetapi tak
lama, akal menggedornya untuk berkongsi;
jangan cuma
emosi, carilah solusi, begitu katanya;
kita paham
akal adalah
rekan kerja yang rasionalis
sayangnya
hati sering egois;
sudah
dicarikan rumus,cara mengerjakannya,bahkan cara cepatnya;
tapi masih
saja:tidak bisa, susah;
"kau
tidak bisa, atau tidak mau?", kata akal
kalau boleh
mengumpat;
akal sudah
lelah bekerjasama dengannya;
kalau ada
partner lain, dia akan meninggalkan hati;
sayangnya
tidak mungkin, dan terkesan emosional;
dan
bertentangan dengan prinsipnya
jika
mengetahui hal ini hati akan merasa sakit;
sesungguhnya
ia pun tak dapat bekerja tanpa akal;
tak ada
yang mengajarinya rumus dan cara cepat lagi nanti;
ia hanya
ingin perlahan belajar;
memang tidak
cepat, tapi ia yakin bisa
kurasa akal
cukup bijak dalam berkomunikasi;
latih ia
menggunakan diksi-diksi yang disukai hati;
kurasa hati
cukup pandai meradar stimuli,
latih
ia memberi hikmah dari apa yang ia hadapi,
berkawanlah
dengan hati.
Komentar
Posting Komentar