Mahasiswa, Dialektika dan Kekhawatirannya

illustration by me
Assalamualaikum, halo teman main! Selamat datang. Aku tidak terlalu berharap ada seseorang yang membaca di ruang belajarku ini. Kalaupun ada, mungkin kau sedang tersesat. Apalagi sampai memberi klik pada judul ngelantur ini, dan membaca paragraf pertamanya. Tulisan kali ini rencananya ingin kudesain ala curhatan dalam buku-buku harian anak SMA. Tapi aku juga tidak ingin kau-yang tersesat ini semakin tersesat. Membaca coretan mahasiswa S1 semester lima yang dalam hatinya kadang muncul rasa khawatir untuk menatap wajah masa depan ini, sebenarnya hanya membuang waktu. Jelas. Apasih kegiatan yang tidak membuang waktu? Semua butuh waktu.
Bulan lalu dosen waliku yang selalu dirindukan kehadirannya oleh semua mahasiswa di kelas Jurnalistik Online (salah satu kelas favoritku), memberikan kami semacam wejangan. Tentang gambaran karier di masa depan, kalau menurut versi pemahamanku. Kata beliau, persaingan kerja di era sekarang, gila-gilaan! Bisa dibayangkan, seluruh lulusan dari berbagai universitas di Indonesia setiap tahunnya punya orientasi yang sama, yaitu bagaimana caranya kita-yang-sarjana ini setidaknya tidak menganggur. Sebagian yang ingin berkerja di sebuah perusahaan harus merumuskan perusahaan apa yang hendak ia sasar? Pertanyaannya ada berapa perusahaan yang ‘butuh’ lulusan S1? Ada berapa ribu S1 yang lulus ditahun yang sama di seluruh Indonesia? Persaingan yang ketat adalah konsekuensinya. Contoh saja, setiap jurusan X menghasilkan 50 lulusan setiap tahunnya. Di kota yang sama terdapat 6 jurusan X dari universitas berbeda, sehingga terdapat kurang lebih 300 mahasiswa jurusan X yang lulus. Kemudian 300 mahasiswa ini juga harus bersaing dengan ratusan mahasiswa di tahun sebelumnya yang belum juga mendapat pekerjaan. Ini belum seberapa. Dalam realitasnya, tidak selalu setiap lulusan dari suatu jurusan dapat diterima di perusahaan dengan ranah bidang yang sesuai dengan studinya selama empat tahun. Mahasiswa jurusan X akan bersaing pula dengan mahasiswa dari jurusan Y, Z, A, B, C dan lain sebagainya. Demikianlah, banyak sekali realitas ‘asal diterima kerja’ yang dialami para lulusan S1.
Kendati demikian, beliau juga menambahkan bahwa salah satu alternatif bagi mahasiswa untuk dapat mempertahankan hidup mereka adalah dengan enterpreneur. Benar beliau. Enterpreneur adalah salah satu ilmu yang sangat aplikatif. Siapapun bisa melakukan ini asalkan memiliki jiwa bisnis. Pengalaman, keterampilan, keahlian masih bisa diasah walaupun memang ada perbedaan antara orang yang berilmu ‘bisnis’ dan yang tidak. Tetapi lagi-lagi tetap saja, baik memilih untuk masuk ke perusahaan ataupun yang memilih untuk usaha mandiri, yakni menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri, keduanya dihadapkan dengan tantangan yang sama. Persaingan. Kata siapa berbisnis itu mudah. Aku berjualan baju, tapi ada berapa yang berjualan baju?
Kawan, mungkin aku tidak sendirian. Kau juga barangkali mulai memikirkan. Tapi aku tidak memaksamu mengaku. Kita pun telah paham bahwa ada banyak kasus harapan yang tidak berbalas kenyataan. Dalam pemahaman umum, kita tidak  dapat mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi esok hari. Tetapi bagiku, ini tidak menjadi alasan bagi mahasiswa sepertiku untuk berdiam akal. Yang Maha Kuasa sudah bermurah menganugerahi akal untuk dapat kita gunakan untuk mengukur segala sesuatunya, mulai dari potensi diri yang kumiliki, kelemahan, dan pengetahuan dalam membaca fenomena disekitarku. Hanya saja, terkadang keinginan untuk menghindar dari kekhawatiran ini lebih mendominasi hingga kita melupakan “bahwa kita butuh memikirkan hal ini”. Bahkan jangan hanya ‘memikirkan’ tapi merencanakan segala sesuatunya agar dapat menjadi entitas yang lebih baik di muka bumi ini. Bukankah berkarier di bidang yag dicintai adalah impian setiap mahasiswa?
Kurasa, cukup untuk dialektika ini. Kau-yang-masih-tersesat dalam ruang baca ini, jangan merasa makin tersesat. Sekalipun kau adalah salah satu dari yang merasakan kejamnya persaingan, ini belum terlambat. Karena gagal itu adalah ketika kau berhenti berusaha dan menyerah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RONA DALAM BERTUTUR-Festival Mendongeng Bersama Kak Rona Mentari (Sebuah Review)

Mitos dan Fakta Jadi Announcer: Kata Alexandria Cempaka Harum, Pekerja Suara Komersil

Seberapa Greget Milenial Merencanakan Masa Depan? -Menilik Tantangan Milenial Hadapi Persaingan Kerja