Mamaku Odamun, dan Kami Menerima

Membincang hidup rasa-rasanya di usia 20an keatas, inginnya lebih sederhana saja. Menerima. Bukan pasrah ya. Tetapi menerima dengan menyadari segala apa yang sedang kita alami, atau dapatkan. Menerima dengan memahami sesuatu yang terjadi ada yang bisa kita ambil kendali atau cukup dengan berserah diri. Menerima dengan memahami sesuatu apakah itu baik, buruk, atau yang masih ditimbang nilai baik-buruknya karena masing-masingnya memiliki konsekuensi. Menerima dengan memahami kapasitas diri sendiri, dan mengontrol ekspektasi.

Satu bulan ini, hasil tes USG pemeriksaan thyroid mamaku menyatakan bahwa terdapat benjolan kecil di sekitar lapisan kulit leher kiri-kanannya. Namun benjolan itu hanyalah gejala yang ditimbulkan oleh penyakit utamanya. Graves disease atau yang akrab dipanggil autoimun menjadi penyebab adanya benjolan itu. Aku sempat terkejut mendengar kabar dari dokter spesialis yang membantu mama. Tapi selanjutnya aku mulai mengingat kembali, apa yang terjadi pada mama belakangan ini. Dalam hatiku berkata “akan ada hal yang berubah dari mama”.


Walau sebenarnya aku sudah biasa melihat 2 hingga 1 tahun belakangan tubuh mama menunjukkan perubahan kesehatannya, seperti mudah sekali kelelahan, penurunan berat badan, hingga nyeri di area leher. Bagaimana kondisi ini tidak membuat mama merasa cukup tersiksa? Bukan karena sekedar rasa sakit, tapi juga karena kata ‘autoimun’ dan deretan obat-obatan beserta pantangan beraktivitasnya. Foto di atas diambil saat idul Adha 2020 lalu sebelum mama divonis odamun. Saat itu  tanda-tanda autoimun sudah mulai tampak. Mamaku memang orang yang sangat bandel. Bandel karena sering mengacuhkan alarm tubuhnya jika sudah merasa lelah. Terlalu pekerja keras dan punya standar tinggi terhadap kualitas pekerjaan yang ia lakukan. Walau autoimun menyapanya saat ini, tetap saja aktivitas fisik masih dicobanya. Seperti menyapu, memasak, mencuci piring dan menyetrika pakaian.

Rasanya cukup mencuil sedikit update tentang kabar mamaku sekarang. Aku juga tidak hendak detail membahas bagaimana kondisi autoimun yang sedang dialami mamaku. Karena sejujurnya saat ini akupun masih dalam tahap mempelajari penyakit ini. Ada hikmah yang aku temukan setlah kurang lebih 1 bulan mengamati mama dalam masa-masa menerima kehadiran autoimun sebagai teman barunya.

Anggap Sebagai Teman

Jika kita belum mengenalnya lebih dalam, tidak papa. Tidak perlu menjadikannya sok akrab atau bahkan sahabat. Kita tidak bisa asal menerima bukan? Kita harus mengenalinya dengan mempelajarinya lebih banyak baru kita bisa menentukan sikap kita selanjutnya, haruskah kita menerimanya? Terkadang dalam menghadapi masalah yang cukup berat kita terburu-buru menjudge dia sebagai enemy, sehingga membuat kita merasa mudah bersedih, gagal atau merasa bersalah, bahkan depresi. Autoimun telah hadir memberikan warna baru bagi setiap orang yang disapanya. Kondisi setiap odamun (orang dengan autoimun) memang berbeda. Proses penerimaan terhadap kehadiran autoimun dalam hidup setiap mereka pasti juga akan berbeda. Tapi yang menjadi kesamaan adalah sama-sama memiliki durasi detik dan menit yang sama setiap harinya untuk mengenali, mempelajari keberadaannya. Selanjutnya adalah kesamaan dalam memilih untuk menerima atau tidak.

Memahami Kapasitas Diri

Buat teman-teman baikku dan orang-orang terkasih disekitarku pasti mengenal mamaku yang sangat tidak mau diam. Mama adalah ibu-ibu energik yang totalitas. Omelan karena ketidakteraturan pekerjaan rumah adalah makanan sehari-hari kami bertiga. Yap, karena kami belum seprofesional mama. Masya Allah banget pokonya. Ibu-ibu berjenis mamaku ini akan sangat menderita apabila aktivitasnya dibatasi, apalagi oleh stimuli tubuhnya sendiri. Pertanyaan “aku kenapa sih ya Allah? Gini ngga boleh, gitu ngga boleh. Terus bolehnya apa?” masih sering terdengar di minggu awal hingga saat ini. Susah? Bener ngga salah. Menerima keterbatasan diri kadang menyisakan ‘mengapa’ walau pada akhirnya diterima juga. Aku rasa penerimaan butuh proses. Menerima keterbatasan kapasitas diri bukan hal yang instan, walau kita sudah melalui proses mempelajarinya, dan menimbang konsekuensi atasnya.    

Berharaplah Besar Hanya PadaNya

Setiap kali mengaitkan dengan Dia, sebetulnya aku merasa deg-deg-an. Karena aku sendiri adalah seorang pembelajar yang masih punya sedikit pengalaman dan pengetahuan spiritual. Namun ada momen bermuhasabah, dimana aku mencoba mengembalikan semua apa yang telah aku kerjakan dalam satu hari pada pertanyaan “untuk apa aku melakukan ini semua?”. Tanpa disadari aku mempertanyakan ulang nawaitu awalku melakukan ini. jika pada akhirnya ini semua berawal dari keinginan untuk menggapai ridhoNya, bagiku insya Allah baik itu keterbatasan maupun kelebihan yang aku miliki akan tetap Allah lihat sebagai bagian dari ikhtiar. Mulai saat ini ekspektasi terbesar yang bisa aku gantung adalah hanya kepadaNya. Pekerjaan memang bisa terukur dengan angka atau jumlah banyaknya pekerjaan yang aku lakukan, dan selama apa durasi yang kugunakan. Tetapi Allah memiliki skala penilaiannya sendiri, dan tahu mana hamba yang melakukan pekerjaan karenaNya. Begitu pula mamaku, entah banyak atau sedikitnya pekerjaan, atau berkualitas tidaknya pekerjaan yang ia lakukan dengan kapasitasnya saat ini, insya Allah akan dinilai sebagai ikhtiar karena Allah.    

Mama yang selalu ceria, Hari Kartini 2021

Sebagai anak-anaknya, perlahan kami mulai menerima atas apa yang mama alami. Kami siap untuk mendampingi dan menjadi pasukan siaga atas segala konsekuensi. kami paham kalau autoimun tidak bisa pergi dengan mudah. Bukan sekedar menyapa mama, pada akhirnya kami pun berkenalan dengannya. Bukan untuk membolehkannya berteman dengan mama, melainkan menjaga memngontrol saat keduanya hidup berdampingan. Semoga Allah menjadikan ini momen kami semua untuk lebih dekat lagi denganNya. Amin, Allahumma amiin. 



Komentar

  1. Semoga selalu diberikan kesehatan dan kekuatan dalam hidup berdampingan dengan auto-imun yaaa, smpe autoimun-nya pergiiii..
    Aaaamiiiin.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RONA DALAM BERTUTUR-Festival Mendongeng Bersama Kak Rona Mentari (Sebuah Review)

Mitos dan Fakta Jadi Announcer: Kata Alexandria Cempaka Harum, Pekerja Suara Komersil

Seberapa Greget Milenial Merencanakan Masa Depan? -Menilik Tantangan Milenial Hadapi Persaingan Kerja